III. HADIST DHAIF
III.1 Definisi Hadist Dhaif
Pengertian
hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang lemah.
Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari
Rasulullah SAW. Dugaan kuat mereka hadits tersebut tidak berasal dari
Rasulullah SAW. Adapun para ulama memberikan batasan bagi hadits dhaif
sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memuat /
menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun
sifat-sifat hadits hasan”.
III.2 Macam-macam hadits dhaif
Hadist
dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : hadits dhaif
karena gugurnya rawi dalam sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya
cacat pada rawi atau matan.
a. Hadits dhaif karena gugurnya rawi
Yang
dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau beberapa
rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad,
maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadits
dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain yaitu :
1) Hadits Mursal
Hadits
mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Para ulama
memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya
di akhir sanad. Yang dimaksud dengan rawi di akhir sanad ialah rawi pada
tingkatan sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan hadits
dari Rasulullah SAW. (penentuan awal dan akhir sanad adalah dengan
melihat dari rawi yang terdekat dengan imam yang membukukan hadits,
seperti Bukhari, sampai kepada rawi yang terdekat dengan Rasulullah).
Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan
sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari
Rasulullah.
Kebanyakan
Ulama memandang hadits mursal ini sebagai hadits dhaif, karena itu
tidak bisa diterima sebagai hujjah atau landasan dalam beramal. Namun,
sebagian kecil ulama termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad bin
Hanbal, dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah asalkan para rawi
bersifat adil.
2) Hadits Munqathi’
Hadits
munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus. Para ulama
memberi batasan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur satu
atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi
di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad
adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’ bukanlah rawi di tingkat
sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in. Bila dua rawi
yang gugur, maka kedua rawi tersebut tidak beriringan, dan salah satu
dari dua rawi yang gugur itu adalah tabi’in.
3) Hadits Mu’dhal
Menurut
bahasa, hadits mu’dhal adalah hadits yang sulit dipahami. Batasan yang
diberikan para ulama bahwa hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua
orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.
4) Hadits mu’allaq
Menurut
bahasa, hadits mu’allaq berarti hadits yang tergantung. Batasan para
ulama tentang hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di
awal sanad atau bisa juga bila semua rawinya digugurkan ( tidak
disebutkan ).
Contoh masalah dalam hal ini adalah : Berdasarkan
riwayat Bukhari, ia sebenarnya tidak pernah bertemu dengan Malik.
Dengan demikian, Bukhari telah menggugurkan satu rawi di awal sanad
tersebut. Pada umumnya, yang termasuk dalam kategori hadits mu’allaq
tingkatannya adalah dhaif, kecuali 1341 buah hadits muallaq yang
terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. 1341 hadits tersebut tetap
dipandang shahih, karena Bukhari bukanlah seorang mudallis ( yang
menyembunyikan cacat hadits ). Dan sebagian besar dari hadits
mu’allaqnya itu disebutkan seluruh rawinya secara lengkap pada tempat
lain dalam kiab itu juga.
b. Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi
Banyak
macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan. Seperti pendusta,
fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang masing-masing dapat
menghilangkan sifat adil pada rawi. Sering keliru, banyak waham, hafalan
yang buruk, atau lalai dalam mengusahakan hafalannya, dan menyalahi
rawi-rawi yang dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada
perawi. Adapun cacat pada matan, misalkan terdapat sisipan di
tengah-tengah lafadz hadits atau diputarbalikkan sehingga memberi
pengertian yang berbeda dari maksud lafadz yang sebenarnya.
1) Hadits Maudhu’
Menurut
bahasa, hadits ini memiliki pengertian hadits palsu atau dibuat-buat.
Para ulama memberikan batasan bahwa hadis maudhu’ ialah hadits yang
bukan berasal dari Rasulullah SAW. Akan tetapi disandarkan kepada
dirinya. Golongan-golongan pembuat hadits palsu yakni musuh-musuh Islam
dan tersebar pada abad-abad permulaan sejarah umat Islam, yakni kaum
yahudi dan nashrani, orang-orang munafik, zindiq, atau sangat fanatic
terhadap golongan politiknya, mazhabnya, atau kebangsaannya .
Hadits
maudhu’ merupakan seburuk-buruk hadits dhaif. Peringatan Rasulullah SAW
terhadap orang yang berdusta dengan hadits dhaif serta menjadikan Rasul
SAW sebagai sandarannya.
“Barangsiapa yang sengaja berdusta terhadap diriku, maka hendaklah ia menduduki tempat duduknya dalam neraka”.
Berikut dipaparkan beberapa contoh hadits maudhu’:
a)
Hadits yang dikarang oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam; ia
katakana bahwa hadits itu diterima dari ayahnya, dari kakeknya, dan
selanjutnya dari Rasulullah SAW. berbunyi : “Sesungguhnya bahtera Nuh
bertawaf mengelilingi ka’bah, tujuh kali dan shalat di maqam Ibrahim dua
rakaat” Makna hadits tersebut tidak masuk akal.
b)
adapun hadits lainnya : “anak zina itu tidak masuk surga tujuh
turunan”. Hadits tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an. ” Pemikul dosa
itu tidaklah memikul dosa yang lain”. ( Al-An’am : 164 )
c)
“Siapa yang memperoleh anak dan dinamakannya Muhammad, maka ia
dan anaknya itu masuk surga”. “orang yang dapat dipercaya itu hanya
tiga, yaitu: aku ( Muhammad ), Jibril, dan Muawiyah”.
Demikianlah
sedikit uraian mengenai hadits maudhu’. Masih banyak hadits-hadits
lainnya yang sengaja dibuat oleh pihak kufar. Sedikit sejarah,
berdasarkan pengakuan dari mereka yang memalsukan, seperti Maisarah bin
Abdi Rabbin Al-Farisi, misalnya, ia mengaku telah membuat beberapa
hadits tentang keutamaan Al-Qur’an dan 70 buah hadits tentang keutamaan
Ali bin Abi Thalib. Abdul Karim, seorang zindiq, sebelum dihukum pancung
ia telah memalsukan hadits dan mengatakan : “aku telah membuat 3000
hadits; aku halalkan barang yang haram dan aku haramkan barang yang
halal”.
2) Hadits matruk atau hadits mathruh
Hadits
ini, menurut bahasa berarti hadits yang ditinggalkan / dibuang. Para
ulama memberikan batasan bahwa hadits matruk adalah hadits yang
diriwayatkan oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta ( baik
berkenaan dengan hadits ataupun mengenai urusan lain ), atau pernah
melakukan maksiat, lalai, atau banyak wahamnya.
3) Hadits Munkar
Hadist
munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau tidak dikenal.
Batasan yang diberikan para ‘ulama bahwa hadits munkar ialah hadits
yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat,
contoh :
4) Hadits Mu’allal
Menurut
bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat . Para ulama
memberi batasan bahwa hadits ini adalah hadits yang mengandung
sebab-sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu bisa terdapat
pada sanad, matan, ataupun keduanya.
5) Hadits mudraj
Hadist ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya bukan bagian dari hadits itu. Contoh :
Rasulullah
bersabda : “Saya adalah za’im ( dan za’im itu adah penanggung jawab )
bagi orang yang beriman kepadaku, dan berhijrah; dengan tempat tinggal
di taman surga”.
Kalimat
akhir dari hadits tersebut adalah sisipan ( dengan tempat tinggal di
taman surga ), karena tidak termasuk sabda Rasulullah SAW.
6) Hadits Maqlub
Menurut
bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para ulama menerangkan
bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama rawi dalam
sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar