Selasa, 21 Mei 2013
sujud............
Dalam ibadah yang berhubungan dengan shalat, sering kita jumpai ada berbagai macam sujud, yaitu sujud biasa (sujud rukun dalam shalat) sujud sahwi, sujud syukur, dan sujud tilawah.
Sujud tersebut bukan sekedar membungkukkan punggung atau menyungkurkan dahi ke bumi dengan cara-cara tertentu melainkan pengakuan dalam hati bahwa dirinya adalah hamba yang sangat lemah dan hina di hadapan Allah yang maha besar, Dzatr yang tiada terbatas kekuasaan-Nya.
Berikut ini kami terangkan macam-macam sujud tersebut :
> Sujud rukun dalam shalat.
sujud biasa adalah sujud sebagai rukun shalat, yakni tujuh anggota tubuh di letakkan di lantai. adapun anggota sujud adalah:Dahi dua telapak tangan, dua lutut dan dua tumit (ujung jari kedua kaki dipanjacatkan ). Sujud ini di lakukan dua kali di sunahkan membaca :
سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى وَبِِحَمْدِهِ
>> Sujud Sahwi
Sujud sahwi adalah sujud karena adanya kelupaan atau keraguan dalam shalat, lantaran beberapa sebab sebagai berikut :
1. Meninggalkan sunah ab’ad baik karena lupa maupun di sengaja, seperti meninggalkan tasahhud awal, qunut shalat subuh, membaca shalawat setelah tasahhud awal.
2. Ragu-ragu dalam hal meninggalkan shalat ab’adh
3. Memindah rukun qouly (bacaan) keempat lain yang tidak sampai membatalkan, baik di sengaja maupun tidak, seperti membaca Al-Fatihah pada waktu ruku’ qunut sebelum ruku’ atau membaca surat di waktu duduk .
4. Melakukan sesuatu yang seandainya di lakukan dengan di sengaja dapat membatalkan shalat seperti tidak di sengaja menambah satu rukun fi’li atau lupa berbicara sedikit.
5. Ragu-ragu terhadap pekerjaan shalat yang kemungkinan adalah tambahan. Seperti ragu-ragu dalam jumlah rakaat shalat dhuhur, apakah baru atau tiga atau empat ? kemudian musholli memilih jumlah rakaat yang yakin yaitu tiga. Maka setelah menambahi satu rakaat musholli sunah sujud sahwi. Karena ragu-ragu terhadap pekerjaan salat yang kemungkinan adalah tambahan.
Adapun cara mengerjakan sujud sahwi adalah sama dengan sujud yang lain, yakni sujud dua kali yang di selingi dengan duduk iftirosy, dan di lakukan setelah membaca tahiyyat akhir sebelum salam.
Berikut ini bacaan sujud sahwi adalah :
سُبْحَانَ مَنْ لاَيَنَامُ وَلاَ يَسْهُوْ 3 ×.
Sebagaian ulama megatakan bahwa bacaan diatas dibaca apabila sujud sahwi di sebabkan karena lupa
>>Sujud Syukur.
sujud syukur adalah sujud yang di lakukan di luar shalat karena ada beberapa sebab. Sujud ini hukumnya adalah sunah.
Berikut ini beberapa sebab di sunahkannya melakukan sujud syukur.
1. Mendapatkan ni’mat yang tidak di sangka sebelumnya baik ni’mat pada dirinya sendiri, kerabat, teman atau umat islam secara umum. maka tidak sunah karena mendapat ni’mat yang terus menerus seperti ni’mat islam.
2. Terhindar dari bencana atau musibah yang tidak di duga-duga sebelumnya seperti selamat dari tertimpa bangunan yang roboh akibat gempa atau selamat dari tenggelamnya kapal.
3. Ketika melihat orang lain melakukan kemaksiatan sebagai rasa syukur bahwa dirinya tidak melakukannya.
Adapun cara melakukan sujud syukur yaitu di lakukan di luar shalat dengan satu kali sujud di syaratkan dalam keadaan suci menutupi aurot dan menghadap qiblat.
Niat sujud syukur :
نَوَيْتُ سُجُوْدَ الشُّكْرِ سُنَةَ للهِ تَعَالَى
Bacaan sujud syukur sebagai berikut :
سَجَدَ وَجْهِِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ فَتَبَا رَكَ اللهُ اَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ.
Apabila terdapat hal-hal yang mensunahkan sujud syukur sementara dia tidak dalam kondisi suci di sunahkan membaca.
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَلاَ اِلَهَ اِلاَّ للهُ وَاللهُ اَكْبَرَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ اْلعَظِيْمِ 4×
4. Sujud Tilawah
Sujud tilawah adalah sujud yang di lakukan karena membaca atau mendengar ayat-ayat sajdah yang terdapat dalam al-qur’an, maka di sunahkan (bahkan sunah mua'kad)melakuk an sujud tilawah kesunahan tersebut baik di lakukan di dalam shalat ataupun sujud tilawah maka hukumnya wajib bagi ma’mum untuk mengikuti imam bahkan apabila ia meninggalkan maka shalatnya batal.
Tata cara sujud tilawah adalah sebagai berikut :
v Ketika berada dalam shalat
Setelah selesai membaca ayat sajdah maka langsung sujud dengan di sertai niat sujud tilawah dan setelah selesai meneruskan shalatnya. Sujud tilawah yang di kerjakan pada saat shalat tidak memakai takbirotul ihram dan salam. Dan bagi ma’mum tidak boleh mengerjakan sujud tilawah kalau imamnya tidak mengerjakan sekalipun ma’mum mendengar atau membaca ayat-ayat sajdah.
v Ketika di luar shalat
Setelah selesai membaca atau mendengarkan bacaan ayat sajdah langsung menghadap qiblat kemudian takbir di sertai niat lalu sujud, kemudian takbir untuk duduk lalu salam.
Niat sujud tilawah adalah :
نَوَيْتُ سُجُوْدَ التِّلاَوَةِ سُنَّةً للهِ تَعَالىَ
Bacaan sujud tilawah adalah :
سَجَدَ وَجْهِِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصُوَّرَهُ وَشَقَ سَمْعَهُوَبَصَر َهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ فَتَبَارَكَ اللهُ
أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ .
Ayat Sajdah Dalam Al-Qur’an
Mengenai jumlah ayat-ayat sajdah yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua pendapat yang berbeda, Syekh Nawawi Al Bantani dalam kitab Nihayah Al-Zainya mengatakan ada 14 (empat belas) tempat sedangkan yang lainnya seperti qur’an terbitan qudus toha putra semarang dan rosm utsmaniy berjumlah 15 (lima belas).
semoga bermanfaat , lha dari pada ,bah google dicoreat - coret sama artikel / conten g karuan , mending diisi artikel yang bermanfaat, bettuuullll????
seputar Thoriqoh part II
Secara garis besar Thoriqoh Mu’tabaroh adalah Thoriqoh yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Mempunyai sanad yang muttasil kepada Rosululloh SAW. ( Tanwirul Qulub )
2. Tidak bertentangan dengan Syara’.
3. Mursyidnya ( Gurunya ) sudah memenuhi kriteria, antara lain:
a. Menguasai Ilmu Fiqh dan Ilmu Aqidah.
b. Mengetahui seluk beluk Ilmu Tashawwuf.
c. Mempunyai Akhlaq yang sempurna lahir dan batin.
d. Mendapatkan izin atau ijazah dari Gurunya.
>>tulisan dibawah ini ane copas dr Artikel Akhi imam Nawawi
TENTANG THORIQOH NAQSYABANDIYAH
dari segi historis, Tarekat Naqsyabandi dapat ditelusuri kembali kepada Khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq RA, yang menggantikan Rasulullah SAW dalam hal pengetahuannya dan dalam hal membimbing umat Muslim. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an, “Dialah orang kedua dari dua orang yang berada di dalam gua, dan ia berkata kepada temannya, janganlah bersedih hati, karena Allah SWT beserta kita” [QS. At-Taubah:40]. Tentang beliau, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Seandainya Aku akan memilih seorang teman yang kucintai, maka Aku akan memilih Abu Bakar RA sebagai temanku tercinta, namun beliau adalah saudara dan sahabatku.”
Yang membedakan Tarekat Naqsybandi dengan jalan Sufi yang lain adalah kenyataan bahwa ia memakai dasar-dasar serta prinsip-prinsip dari ajaran-ajaran dan contoh dari enam bintang cemerlang dalam khazanah Rasulullah SAW. Keenam sosok itu adalah: Abu Bakar ash-Shiddiq RA, Salman al-Farisi RA, Ja’far ash-Shadiq AS, Bayazid Tayfur al-Bistami QS, ‘Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, dan Muhammad Baha’uddin Uwaysi al-Bukhari QS, yang dikenal sebagai Syah Naqsyband QS—Imam dari tarekat ini.
Di balik kata “Naqsyaband” terdapat dua gagasan: naqsy yang berarti ‘mengukir’ dan mengandung pengertian mengukir Nama Allah SWT di dalam hati, dan band yang yang mengandung pengertian ‘ikatan’ dan mengindikasikan ikatan antara individu dengan Penciptanya. Ini berarti bahwa para pengikut Naqsybandi harus mempraktikan salat dan kewajiban-kewaj iban lainnya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan harus selalu menjaga kehadiran dan cinta Allah SWT agar senantiasa hidup dalam hatinya melalui pengalaman pribadi dari ikatan antara dirinya dengan Tuhannya.
Di samping Abu Bakar ash-Shiddiq RA, siapakah gerangan bintang-bintang dalam khazanah Rasulullah SAW ini? Salah satunya adalah Salman al-Farisi RA. Beliau berasal dari Isfahan, Persia dan beliaulah yang menyarankan kaum Muslimin untuk menggali parit dalam peperangan Ahzab. Setelah Kaum Muslimin merebut al-Mada’in, ibu kota Persia, beliau diangkat menjadi Pangeran dan gubernur kota tersebut hingga akhir hayatnya.
Bintang lainnya adalah Ja’far ash-Shadiq AS. Seorang keturunan Rasulullah SAW dari pihak ayahnya, dan Abu Bakar RA dari pihak ibunya, beliau menolak semua kedudukan terhormat sebagai penghormatan kembali dan praktik serta pelajaran spiritual. Beliau disebut sebagai “Pewaris dari Maqam an-Nubuwwa dan pewaris Maqam ash-Shiddiqiya. ”
Kemunculan tertua istilah Safa yang tercatat adalah mengacu kepada muridnya, Jabir bin Ayyan RA, pada pertengahan abad kedua Hijriah. Beliau adalah seorang mufassir al-Qur’an atau ahli penerjemah, seorang ahli hadis, dan merupakan salah seorang mujtahid yang handal di kota Madinah. Tafsirnya sebagian diabadikan dalam Haqa’iq at-Tafsir Sulami. Layts bin Sa’d RA, salah seorang penutur riwayat Sunnah Rasulullah SAW yang terpercaya, menyaksikan kekuatan mukjizat Ja’far AS di mana beliau mampu meminta apa saja, dan Allah SWT akan mengabulkannya seketika.
Bintang lainnya adalah Bayazid Tayfur al-Bistami QS yang kakeknya seorang Zoroastrian. Bayazid QS membuat suatu studi yang rinci tentang hukum-hukum Islam (syari’at) yang telah dibukukan dan melaksanakan suatu praktik latihan yang ketat tentang penyangkalan diri sendiri. Beliau dikenal rajin sepanjang usianya dalam hal mengerjakan kewajiban-kewaj iban keagamaannya. Beliau mengharuskan murid-muridnya untuk bertawakal dan menyuruh mereka untuk menerima dengan ikhlas konsep murni tauhid, ilmu tentang Keesaan Allah SWT. Konsep ini, menurut beliau, meletakkan lima kewajiban pada keikhlasan untuk:
Menjalankan kewajiban sesuai al-Qur’an dan Sunnah.
Selalu berkata benar.
Menjaga hati dari kebencian.
Menghindari makanan haram.
Menjauhi bid’ah (dlolalah).
Menurut Bayazid QS, tujuan akhir dari para pengikut Sufi adalah untuk mengenal Allah SWT di dunia ini, untuk meraih Hadirat-Nya, dan bertemu dengan-Nya di Hari Kemudian. Terhadap pengaruh itu, beliau menambahkan, “Ada hamba-hamba Allah SWT yang khusus, yang bila Allah SWT menghalangi mereka dari Pandangannya di Surga, maka mereka akan memohon kepada-Nya untuk mengeluarkan mereka dari Surga sebagaimana penduduk Neraka akan mengiba memohon dikeluarkan dari Neraka.”
Satu bintang lagi dalam khazanah Rasulullah SAW adalah ‘Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, yang lahir di kampung Ghujdawani, di dekat Bukhara, Uzbekistan sekarang. Beliau dibesarkan dan dimakamkan di sana. Beliau mempelajari al-Qur’an dan ilmu-ilmu keislaman baik ilmu lahir maupun batin hingga beliau mencapai suatu maqam kesucian yang amat tinggi. Kemudian beliau pergi ke Damaskus di mana Beliau mendirikan sekolah yang melahirkan banyak lulusan yang lalu menjadi ahli ilmu fiqih dan hadis di samping juga ahli dalam hal spiritualitas di masanya, baik di wilayah Asia Tengah maupun di Timur Tengah.
‘Abdul Khaliq QS melanjutkan pekerjaan para pendahulunya dengan membentuk zikir yang diwariskan dari Rasulullah SAW berdasarkan Sunnah. Dalam tulisan-tulisan nya, beliau juga merumuskan adab yang diharapkan dapat diikuti oleh murid-murid Naqsybandiyyah.
seputar Thoriqoh part I
PENDAHULUAN
Thoriqoh ( Tarekat ) menurut lughot mempuyai arti jalan. Sedangkan menurut istilah Tashawwuf: Thoriqoh bisa diartikan jalan yang ditempuh seorang hamba ( al-‘abdu ) menuju Ridlo Alloh SWT. Ada pula yang mempersempit pengertian Thoriqoh dengan mendefinisikann ya sebagai jalan menuju Ma’rifat billah.
Melihat definisi diatas, maka jelas sekali bahwa pengertian Thoriqoh sangat luas. Thoriqoh tidak hanya dengan berdzikir saja, atau dengan berbagai bentuk wiridan saja, namun bisa juga dengan berbagai bentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri kita kepada Alloh SWT. sang pencipta alam semesta. Bisa berupa wirid, dzikir, puasa, ta’lim ( mengajar ), ta’allum ( belajar ) dan berbagai bentuk amal kebajikan lainnya ( lihat Salalimul Fudlola’ ).
HADITS TENTANG SANAD TAREKAT
Mubaya‘ah (atau talqin dzikir) dalam dunia tarekat shufi dianggap tidak ada oleh sebagian orang. Dia berkeyakinan bahwa mubaya‘ah hanya bisa dilakukan oleh Rasulullah dan para khalifahnya. Sehingga apa yang dilakukan oleh mursyid tarekat yang mentalqin dzikir muridnya adalah tidak benar serta tidak sesuai dengan apa yang dilakukan pada zaman Rasulullah.
Sanad tentang dzikir tarekat juga menjadi kritikan dan hinaan mereka, orang-orang Wahhabi. Mereka menganggap bahwa tidak ada hadits tentang talqin dzikir atau mengenakan pakaian sederhana simbol shufi (lubsu al-khirqah), sebagai simbol seseorang yang sudah masuk dalam dunia shufi, yang dapat dibuat hujjah. Pernyataan bahwa tidak ada hadits yang dapat dijadikan hujjah tersebut mengutip dari pernyataan mayoritas para ahli hadits.
Perlu diketahui oleh mereka, mubaya’ah (baiat) dalam arti talqin dzikir dari seorang guru mursyid kepada muridnya bukan mubaya’ah (janji setia) seperti yang dilakukan oleh Rasulullah kepada shahabat-shahab atnya dalam Bai‘at ar-Ridhwan, atau baiatnya seorang rakyat kepada imam atau kepala Negara terpilih seperti baiatnya para shahabat yang mengangkat Sayyidina Abu Bakar menjadi khalifah Rasulallah. Sebab, mubaya’ah dalam tarekat shufi adalah bentuk talqin dzikir seperti yang dilakukan Rasulallah yang mentalqin dzikir para shahabatnya. Adapun mubaya’ah para shahabat yang baru saja disinggung di atas adalah mubaya’ah janji setia menjalankan Islam atau janji setia dan tunduk patuh kepada imam terpilih.
Sanad hadits tentang bai’at tarekat adalah hadits riwayat dari Hasan al-Bashri yang berbaiat dzikir dari Sayyidina Ali dari Rasulallah (dalam ilmu tasawuf disebut talqin zikir) dan sanad hadits tentang lubsul khirqah (berperilaku sebagai shufi yang bersimbol dengan pakaian sederhana) juga diriwayatkan dari Hasan al-Bashri dari Ali, hanya saja kedua hadits tersebut tidak pernah disebutkan dalam kitab hadits manapun, sehingga banyak para ahli hadits yang ingkar dan menilainya bathil. Penilaian para ahli hadits tersebut terletak pada masalah apakah Hasan al-Bashri pernah bertemu dengan Sayyidina Ali atau tidak. Dan menurut sebagian ahli hadits, keduanya tidak pernah bertemu. (Sanad talqin dzikir dari Hasan al-Bashri tersebut adalah talqin dzikir oleh Rasulallah kepada Sayyidina Ali secara sendirian. Sedangkan sanad talqin dzikir secara bersama-sama adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Bazzar, ath-Thabarani dan lain-lain dengan sanad hasan. Lihat Lawaqih al-Anwar al-Qudtsiyyah hlm. 11. Hadits talqin tersebut sebagaimana dikatakan asy-Sya'rani adalah diriwayatkan oleh Syaikh Yusuf al-Ajami, seorang syaikh tarekat, dalam salah satu risalahnya yang disebutkan dengan sanad yang muttasil sampai Sayyidina Ali. )
Namun, sebenarnya hadits tentang dua masalah tersebut, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan muridnya, as-Suyuthi adalah hadits yang shahih (muttasil) dan perawinya tsiqah-tsiqah. Artinya juga bahwa Hasan al-Bashri pernah bertemu dengan Sayyidina Ali dan itu adalah pendapat yang shahih. (Lihat hujjah-hujjah as-Suyuthi dalam membela pendapat bahwa Hasan al-Bashri pernah bertemu dengan Sayyidina Ali dalam al-Hawi lil Fatawi 2/96-98.dan Lawaqih al-Anwar al-Qudtsiyyah hal 12 dan 24.)
TAREKAT MU`TABAROH
Menurut keputusan Mu’tamar Thoriqoh Mu’tabaroh, bahwa Thoriqoh- Thoriqoh Mu’tabaroh hanya ada sekitar 43 ( empat puluh tiga ) Thoriqoh yaitu :
1. العمرية 2. النقشبندية 3. القادرية 4. الشاذلية
5. الرفاعية 6. الأحمدية 7. الداسوقية 8. الأكبرية
9. المولوية 10. الكبروية 11. السهروردية 12. الخلوتية
13. الجلوتية 14. البكداسية 15. الغزالية 16. الرومية
17. السعدية 18. الجشتية 19. الشعبانية 20. الكلشانية
21. الحمزاوية 22. البيرامية 23. العشاقية 24. البكرية
25. العيدروسية 26. العثمانية 27. العلوية 28. العباسية
29. الزينية 30. العيسوية 31. البحورية 32. الحدادية
33. الغيبية 34. الخضرية 35. الشطارية 36. البيومية
37. الملامية 38. الأويسية 39. الإدريسية 40. أكابرالأولياء
41. المبتولية 42. السنبلية 43. الخالدية والنقشبندية
44. أهل ملازمة القران والسنة ودلائل الخيرات وتعليم فتح القريب او كفاية العوام
maaf , untuk format arabic'nya amburadul banget........... tancep ke part II
sya'ir tanpo waton ( Gus Dur )
berhubung kemarin admin baru mudik ke jawa , admin bawa oleh - oleh buat pembaca , sebuah sya'ir yang dilantunkan sama santri PP.Darun Naja , Purworejo Jawa Tengah yang diasuh oleh KHR. Ghofar Sulaiman , barokallohuu lahuu.
ni sya'ir sampe membuat admin nangis sampe usai subuh ( kebetulan dilantunkan dengan syair Al 'itirof )
Ngawiti ingsun nglaras syi’iran
(aku memulai menembangkan syi’ir)
Kelawan muji maring Pengeran
(dengan memuji kepada Tuhan)
Kang paring rohmat lan kenikmatan ….
(yang memberi rohmat dan kenikmatan)
Rino wengine tanpo pitungan 2X ….
(siang dan malamnya tanpa terhitung)
Duh bolo konco priyo wanito
(wahai para teman pria dan wanita)
Ojo mung ngaji syareat bloko
(jangan hanya belajar syari’at saja)
Gur pinter ndongeng nulis lan moco …
(hanya pandai bicara, menulis dan membaca)
Tembe mburine bakal sengsoro 2X ….
(esok hari bakal sengsara)
Akeh kang apal Qur’an Haditse ….
(banyak yang hapal Qur’an dan Haditsnya)
Seneng ngafirke marang liyane ….
(senang mengkafirkan kepada orang lain)
Kafire dewe dak digatekke ….
(kafirnya sendiri tak dihiraukan)
Yen isih kotor ati akale 2X ….
(jika masih kotor hati dan akalnya)
Gampang kabujuk nafsu angkoro ….
(gampang terbujuk nafsu angkara)
Ing pepaese gebyare ndunyo
(dalam hiasan gemerlapnya dunia)
Iri lan meri sugihe tonggo …
(iri dan dengki kekayaan tetangga)
Mulo atine peteng lan nisto 2X
(maka hatinya gelap dan nista)
Ayo sedulur jo nglaleake ….
(ayo saudara jangan melupakan)
Wajibe ngaji sak pranatane …
(wajibnya mengkaji lengkap dengan aturannya)
Nggo ngandelake iman tauhide …
(untuk mempertebal iman tauhidnya)
Baguse sangu mulyo matine 2X ….
(bagusnya bekal mulia matinya)
Kang aran sholeh bagus atine
(Yang disebut sholeh adalah bagus hatinya)
Kerono mapan seri ngelmune
(karena mapan lengkap ilmunya)
Laku thoriqot lan ma’rifate ….
(menjalankan tarekat dan ma ’rifatnya)
Ugo haqiqot manjing rasane 2 X …
(juga hakikat meresap rasanya)
Al Qur’an qodim wahyu minulyo …
(Al Qur’an qodim wahyu mulia)
Tanpo tinulis biso diwoco
(tanpa ditulis bisa dibaca)
Iku wejangan guru waskito …
(itulah petuah guru mumpuni)
Den tancepake ing jero dodo 2X …
(ditancapkan di dalam dada)
Kumantil ati lan pikiran …
(menempel di hati dan pikiran)
Mrasuk ing badan kabeh jeroan ….
(merasuk dalam badan dan seluruh hati)
Mu’jizat Rosul dadi pedoman
(mukjizat Rosul (Al-Qur’an) jadi pedoman)
Minongko dalan manjinge iman 2 X …
(sebagai sarana jalan masuknya iman)
Kelawan Alloh Kang Moho Suci …
(Kepada Alloh Yang Maha Suci)
Kudu rangkulan rino lan wengi
(harus mendekatkan diri siang dan malam)
Ditirakati diriyadohi
(diusahakan dengan sungguh-sungguh secara ihlas)
Dzikir lan suluk jo nganti lali 2X …
(dzikir dan suluk jangan sampai lupa)
Uripe ayem rumongso aman
(hidupnya tentram merasa aman)
Dununge roso tondo yen iman
(mantabnya rasa tandanya beriman)
Sabar narimo najan pas-pasan
(sabar menerima meski hidupnya pas-pasan)
Kabeh tinakdir saking Pengeran 2X …
(semua itu adalah takdir dari Tuhan)
Kelawan konco dulur lan tonggo
(terhadap teman, saudara dan tetangga)
Kang podho rukun ojo dursilo
(yang rukunlah jangan bertengkar)
Iku sunahe Rosul kang mulyo
(itu sunnahnya Rosul yang mulia)
Nabi Muhammad panutan kito 2x ….
(Nabi Muhammad tauladan kita)
Ayo nglakoni sakabehane …
(ayo jalani semuanya)
Alloh kang bakal ngangkat drajate …
(Allah yang akan mengangkat derajatnya)
Senajan asor toto dhohire …
(Walaupun rendah tampilan dhohirnya)
Ananging mulyo maqom drajate 2X …
( namun mulia maqam derajatnya di sisi Allah)
Lamun palastro ing pungkasane …
(ketika ajal telah datang di akhir hayatnya)
Ora kesasar roh lan sukmane
(tidak tersesat roh dan sukmanya)
Den gadang Alloh swargo manggone …
(dirindukan Allah surga tempatnya)
Utuh mayite ugo ulese 2X …
(utuh jasadnya juga kain kafannya)
thank to :paduan suara santri PP.Darun Naja , moga antum selalu kompak dalam kebaikan , tahshilul ulum dan hayah binnajah fii kullil amri................
mengapa kita perlu memilih manhaj ??? part II
350 tahun lebih setelah Ibnu Taimiyyah wafat, pemahaman beliau diangkat kembali oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang dikenal sebagai pendiri Wahhabi
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab memahami agama bersandark an muthola'ah (menelaah) kitab-kita b ulama Ibnu Taimiyyah. Apa yang dipahami oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab belum tentu pula sama persis dengan apa yang dipahami oleh ulama Ibnu Taimiyyah karena mereka tidak bertemu.
Sedangkan ulama Ahlus sunnah wal jama'ah pada umumnya bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulam a yang mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat, antara lain mengaji kitab fiqih sebagaiman a yang disampaika n ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, menuliskan sebagai berikut: "Sebagian ulama yang aku jumpai menginform asikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-oran g di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat , “Hati-hati , kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-bena r terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahn ya dengan bantahan yang baik berdasarka n ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-had its Nabi shallallah u alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahanny a dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah menyelamat kan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-oran g yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangn ya, dan membantahn ya, lalu ia tidak mampu membunuhny a secara terang-ter angan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatny a yang mengkafirk an dan menghalalk an membunuh orang yang menyelisih inya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah, hal. 275). "
Ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut: "Keteranga n tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaiman a terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-oran g musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalk an membunuh Ahlussunna h dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar , juz 4, hal. 262).
Ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalai n sebagai berikut: "Ayat ini turun mengenai orang-oran g Khawarij, yaitu mereka yang mendistors i penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalk an darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaiman a yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah , mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-oran g pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalai n, juz 3, hal. 307).
Daripada mengikuti pemahaman- pemahaman para ulama yang bersandark an muthola’ah (menelaah) kitab dengan akal pikiran mereka sendiri yang kemungkina n bercampur dengan hawa nafsu atau kepentinga n, lebih baik dan selamat, kita mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah disepakati oleh jumhur ulama sejak dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak). Imam Mazhab yang empat bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salaf yang sholeh. Imam Mazhab yang empat melihat langsung penerapan, perbuatan serta contoh nyata, jalan atau cara (manhaj) beribadah dari Salaf yang sholeh dan membukukan nya dalam kitab-kita b mereka.
Sekali lagi kami ingatkan, marilah kita mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat yang diperoleh dari lisannya Salaf yang Sholeh yang diperoleh dari lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
mengapa kita perlu memilih manhaj ???
Manhaj Salaf ?
Salaf artinya orang-oran g terdahulu. Orang-oran g terdahulu ada yang sholeh dan ada pula yang tidak sholeh
Mazhab Salaf ?
Penamaan mazhab dinisbatka n kepada nama ulama yang melakukan ijitihad dan istinbath atau disebut Imam Mujtahid Mutlak. Tidak ada nama Imam Mujtahid Mutlak bernama Salaf bin Fulan.
Jika manhaj salaf atau mazhab salaf adalah hal yang teramat penting, tentulah Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salaf yang sholeh akan menyampaik an atau menjelaska n adanya manhaj salaf atau mazhab salaf dalam kitab-kita b mereka. Kenyataann ya tidak satu bab pun mereka menjelaska n hal itu.
Istilah manhaj salaf atau mazhab salaf adalah bagian dari hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka n oleh kaum Zionis Yahudi dan dipergunak an salah satunya oleh ulama Ibnu Taimiyyah agar orang banyak mau mempedulik an pendapat atau pemahaman beliau. Mau mempedulik an apa yang disampaika n olehnya walaupun beliau tidak mencapai kompetensi Imam Mujtahid Mutlak dan memang kita tidak pernah mendengar kesepakata n jumhur ulama akan adanya mazhab ibnu Taimiyyah
Ulama Ibnu Taimiyyah dalam memahami agama dikenal berlandask an muthola’ah (menelaah) kitab. Jadi sebenarnya apa yang dipahami oleh beliau adalah pemahaman beliau sendiri bukan pemahaman Salaf yang sholeh.
Salah seorang ulama keturunan cucu Rasulullah , Habib Munzir mengatakan , “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann ya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya, maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika kita mendapatka n masalah”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaik an bahwa “maksud dari pengijazah an sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatk an tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadany a, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadany a dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaa n al-Qur’an itu benar-bena r sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan “
Dalam mempelajar i ilmu agama bukan sekedar memahami ilmu agama namun termasuk meneladani akhlak yang menyampaik an ilmu agama karena tujuan beragama adalah untuk mencapai muslim yang berakhlaku l karimah.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Sesungguh nya aku diutus (Allah) untuk menyempurn akan Akhlak.” (HR Ahmad).
Ibnu Hajar al-Asqalan i asy-Syafi’ i berkata: “Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam“
Para Sahabat bukan orang-oran g yang menelaah kitab namun orang-oran g yang bertemu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam dan meneladani Beliau.
Para Tabi’in adalah orang-oran g yang bertemu dengan para Sahabat dan meneladani mereka.
Para Tabi’ut Tabi’in adalah orang-oran g yang bertemu dengan para Tabi’in dan meneladani mereka.
Para Imam Mazhab yang empat adalah mereka yang bertemu Salaf yang Sholeh dan meneladani mereka.
Pengikut utama dari pemahaman Ibnu Taimiyyah adalah murid beliau yakni ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah.
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangk abawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaska n dalam kitab-kita b beliau seperti ‘al-Khitht hah al-Mardhiy ah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffu zh bian-Niyah ’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisih pemahaman Imam Mazhab yang empat. Imam Mazhab yang empat bertemu dan mendapatka n pemahaman langsung dari lisannnya Salaf yang sholeh.
Contohnya Imam Syafi”i ~rahimahul lah adalah imam mazhab yang cukup luas wawasannya karena bertalaqqi (mengaji) langsung kepada Salafush Sholeh dari berbagai tempat, mulai dari tempat tinggal awalnya di Makkah, kemudian pindah ke Madinah, pindah ke Yaman, pindah ke Iraq, pindah ke Persia, kembali lagi ke Makkah, dari sini pindah lagi ke Madinah dan akhirnya ke Mesir. Perlu dimaklumi bahwa perpindaha n beliau itu bukanlah untuk berniaga, bukan untuk turis, tetapi untuk mencari ilmu, mencari hadits-had its, untuk pengetahua n agama. Jadi tidak heran kalau Imam Syafi’i ~rahimahul lah lebih banyak mendapatka n hadits dari lisannya Salafush Sholeh, melebihi dari yang didapat oleh Imam Hanafi ~rahimahul lah dan Imam Maliki ~rahimahul lah yang cenderung menetap di suatu tempat.
Semula ulama Ibnu Taimiyyah bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulam a bermazhab Hanbali namun pada akhirnya beliau lebih bersandark an pemahaman beliau sendiri. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2010/11/03/ 2011/07/28/ semula-berm azhab-hamb ali/
Dikesankan atau dicitrakan seolah-ola h banyak orang yang menolak dakwah Ibnu Taimiyyah namun sebenarnya para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah menolak pemahaman ala pemahaman Ibnu Taimiyyah sebagaiman a contohnya yang diuraikan pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2010/02/ ahlussunnah bantahtaim iyah.pdf
Langganan:
Postingan (Atom)