Selasa, 21 Mei 2013

mengapa kita perlu memilih manhaj ???


Manhaj Salaf ?  
Salaf artinya orang-orang terdahulu. Orang-orang terdahulu ada yang sholeh dan ada pula yang tidak sholeh

Mazhab Salaf ?
Penamaan mazhab dinisbatkan kepada nama ulama yang melakukan ijitihad dan istinbath atau disebut Imam Mujtahid Mutlak. Tidak ada nama Imam Mujtahid Mutlak bernama Salaf bin Fulan.

Jika manhaj salaf atau mazhab salaf adalah hal yang teramat penting, tentulah Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salaf yang sholeh akan menyampaikan atau menjelaskan adanya manhaj salaf atau mazhab salaf dalam kitab-kitab mereka. Kenyataannya tidak satu bab pun mereka menjelaskan hal itu.

Istilah manhaj salaf atau mazhab salaf adalah bagian dari hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi dan dipergunakan salah satunya oleh ulama Ibnu Taimiyyah agar orang banyak mau mempedulikan pendapat atau pemahaman beliau. Mau mempedulikan apa yang disampaikan olehnya walaupun beliau tidak mencapai kompetensiImam Mujtahid Mutlak dan memang kita tidak pernah mendengar kesepakatan jumhur ulama akan adanya mazhab ibnu Taimiyyah

Ulama Ibnu Taimiyyah dalam memahami agama dikenal berlandaskan muthola’ah (menelaah)kitab. Jadi sebenarnya apa yang dipahami oleh beliau adalah pemahaman beliau sendiri bukan pemahaman Salaf yang sholeh.

Salah seorang ulama keturunan cucu Rasulullah, Habib Munzir mengatakan, “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya, maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika kita mendapatkan masalah”

Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan

Dalam mempelajari ilmu agama bukan sekedar memahami ilmu agama namun termasuk meneladani akhlak yang menyampaikan ilmu agama karena tujuan beragama adalah untuk mencapai muslim yang berakhlakul karimah.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).

Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i berkata: “Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam“

Para Sahabat bukan orang-orang yang menelaah kitab namun orang-orang  yang bertemu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan meneladani Beliau.

Para Tabi’in adalah orang-orang yang bertemu dengan para Sahabat dan meneladani mereka.
Para Tabi’ut Tabi’in adalah orang-orang yang bertemu dengan para Tabi’in dan meneladani mereka.
Para Imam Mazhab yang empat adalah mereka yang bertemu Salaf yang Sholeh dan meneladanimereka.

Pengikut utama dari pemahaman Ibnu Taimiyyah adalah murid beliau yakni ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah.

Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam kitab-kitab beliau seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisih pemahaman Imam Mazhab yang empat. Imam Mazhab yang empat bertemu dan mendapatkan pemahaman langsung dari lisannnya Salaf yang sholeh.

Contohnya Imam Syafi”i ~rahimahullah adalah imam mazhab yang cukup luas wawasannya karena bertalaqqi (mengaji) langsung kepada Salafush Sholeh dari berbagai tempat, mulai dari tempat tinggal awalnya di Makkah, kemudian pindah ke Madinah,  pindah ke Yaman, pindah ke Iraq,  pindah ke Persia,  kembali lagi ke Makkah, dari sini pindah lagi ke Madinah dan akhirnya ke Mesir. Perlu dimaklumi bahwa perpindahan beliau itu bukanlah untuk berniaga, bukan untuk turis, tetapi untuk mencari ilmu, mencari hadits-hadits, untuk pengetahuan agama. Jadi tidak heran kalau Imam Syafi’i ~rahimahullah  lebih banyak mendapatkan hadits dari lisannya Salafush Sholeh, melebihi dari yang didapat oleh Imam Hanafi ~rahimahullah dan Imam Maliki ~rahimahullah yang cenderung menetap di suatu tempat.

Semula ulama Ibnu Taimiyyah bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulama bermazhab Hanbali namun pada akhirnya beliau lebih bersandarkan pemahaman beliau sendiri. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/11/03/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/

Dikesankan atau dicitrakan seolah-olah banyak orang yang menolak dakwah Ibnu Taimiyyah namun sebenarnya para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah menolak pemahaman ala pemahaman Ibnu Taimiyyah sebagaimana contohnya yang diuraikan pada http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf


Tidak ada komentar: