Minggu, 20 Oktober 2013

memajukan madrasah juz 2

Assalaamu'alaikum, afwan jika posting ane lambat . maklum masih ada perasaan sedih , bimbang (tp anti galau ) melanjutkan posting memajukan madrasah juz 1 semoga bisa manfaat .

1.   Weekend ceria
  • untuk siswa ibtida' ( siswa yang masih imut, unyu-unyu ) bisa diisi dengan acara MAIN AIR dalam konsep praktik wudhu . katakan jika pelajaran kali ini adalan MAIN AIR . untuk memicu minat kegiatan.
  • untuk kelas B dan C bisa diisi dengan acara A.V.A ( Ar - Rosmaniyah Voice Audition ) acara mencari bakat vokal misal sholaat,tartil ataupun tilawah .
  • untuk kelas D bisa diminta menjadi mentor / pendamping grup di kelas ibtida
2.   Pelaksanaan
Part I
  • pilihlah 4 -5 atau secukupnya anak dan pasangkan dengan 1 mentor yang diambil dari kelas D yang lebih senior sebagai ketua grup.
  • mintalah mereka untuk mengajari tata cara berwudhu dengan tempat yang terpisah - pisah dari grup lain namun masih berdekatan ( biar guru mudah mengawasi , dan melatih kelas D untuk lebih jadi mumpuni )
  • mintalah ketua grup untuk memilih 1 peserta sebagai wakil praktikum wudhu mana yang terbaik , grup itulah yang menang , biar lebih ramai mintalah siswa bersama membaca niat , doa setelah wudhu dengan semangat .
Part II
  • bimbinglah kelas B dan C untuk mendalami olah suara, baik dengan tarannum ringan ataupun lekuk cengkok dari tarannum itu. untuk peserta putra bisa dengan variasi cengkok nada azan ( padahal admin sendiri g bisa bertarannum )
  • setelah beberapa kali pertemuan dan latihan , gantilah dengan pelajaran rebana ( bukan pelajaran rebahan ) diawali dengan ketukan ringan , teratur , dan selanjutnya iringi dengan sholaat / tarannum yang telah dipelajari . 
  • untuk Part II ini memang cenderung agak sulit . namun jika Lillahi Ta'alaa , insya Alloh bisa memajukan minat peserta didik baik dlam kualitas maupun dalam kuantitas
  • jika ada problema / masalah dengan kelas D yang menginginkan gabung dengan kelas B / C itu berarti satu langkah keberhasilan dalam menarik minat siswa untuk maju .
sekian , sedikit ulasan usaha memajukan madrasah. semoga Admin ( kami pribadi ) tidak digolongkan dalam had " kaburo maqtan 'indallohi an taquulu maa laa taf'aluun "

memajukan madrasah juz 1

Assalaamu'alaikum 
            Posting khusus semoga bisa diterapkan . Aku sadar dengan tulisan ini , semoga tidak termasuk kaburo maqtan 'inddalllohi an taquulu maa laa taf'aluun . Mungkin ini salah satu usaha memajukan Madrasah / kemampuan sebisaku membantu .

1. membuat acara yang menenangkan , ringan namun dalam konsep belajar Madrasah. caranya?


a.      gunakan waktu Jumat / Sabtu dengan tema semisal Musabaqoh Qur'an
b.      buat gulungan kertas dengan ditulis nama surah / ayat tertentu secara acak , masukkan dalam wadah.
c.      biar asyik tambahkan gulungan kertas berisi hadiah , misal coklat , teh gelas atau apapun ( hadiah    berupa TV,Kulkas , atau Boomprise Liburan ke pasir putih juga boleh )
d.      klasifikasikan ( golongkan ) siswa Madrasah berdasar tingkat mengajinya.
e.       biar lucu , pilih 2 siswa yang lebih snior untuk menjadi moderator / MC untuk membacakan peserta Musabaqoh.
f.        pilih 2 siswa yang lebih senior untuk menjadi juri tambahan.
g.       untuk pertanyaan boleh menyesuaikan dengan tingkat belajar . dan berikan bonus untuk siswa dengan kemampuan diatas rata - rata .

2. Pelaksanaan Acara


a.       Setting tempat seunik mungkin , dengan modal bangku , kartet sajadah dan ornamen microphone
b.       Posisi peserta ditengah dan tepat didepannya adalah peserta yang menungu giliran
c.       Juri berada di sisi kanan atau pilih tempat yang baik menyesuaikan selera

3. kegiatan bisa dilaksanakan pada akhir bulan dengan pertanyaan tentang materi yang telah dipelajari selama satu bulan .

4. tujuan kegiatan :

     a.       Mencetak generasi penerus Madrasah yang mempunyai kriteria
     b.       Menggembleng mental peserta didik Madrasah
     c.       Merefresh materi belajar dan menghapus kesan MEMBOSANKAN dalam belajar di dalam Madrasah .


Sekian , semoga ikhwan qori_in dapat mengambil hikmah dalam usala li ihyaa_i uluumillah

Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah

Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah perpaduan dari dua buah tarekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyahdan Thariqah NaqsabandiyahPenggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut karena pertimbangan logis dan strategis, bahwa kedua tarekat tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengakapi, terutama jenis dzikir dan metodenya. Di samping keduanya memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sama-sama menekankan pentingnya syari'at dan menentang faham Wihdatul Wujud.Thariqah Qadiriyah mengajarkan Dzikir Jahr Nafi Itsbat, sedangkan Thariqah Naqsabandiyah mengajarkan Dzikir Sirri Ism Dzat.
Dengan penggabungan kedua jenis tersebut diharapkan para muridnya akan mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang lebih mudah atau lebih efektif dan efisien. Dalam kitab Fath al-'Arifin, dinyatakan tarekat ini tidak hanya merupakan penggabungan dari dua tarekat tersebut. Tetapi merupakan penggabungan dan modifikasi berdasarkan ajaran lima tarekat, yaitu Tarekat Qadiriyah, Tarekat Anfasiyah, Junaidiyah, dan Tarekat Muwafaqah (Samaniyah). Karena yang diutamakan adalah ajaran Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka tarekat tersebut diberi nama Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Disinyalir tarekat ini tidak berkembang di kawasan lain (selain kawasan Asia Tenggara).
Penamaan tarekat ini tidak terlepas dari sikap tawadlu' dan ta'dhim Syekh Ahmad Khathib al-Sambasi terhadap pendiri kedua tarekat tersebut. Beliau tidak menisbatkan nama tarekat itu kepada namanya. Padahal kalau melihat modifikasi ajaran yang ada dan tatacara ritual tarekat itu, sebenarnya layak kalau ia disebut dengan nama Tarekat Khathibiyah atauSambasiyah, karena memang tarekat ini adalah hasil ijtihadnya.
Sebagai suatu mazhab dalam tasawuf, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya didasarkan pada Al-Qur'an, Al-Hadits, dan perkataan para 'ulama arifin dari kalanganSalafus shalihin.
Setidaknya ada empat ajaran pokok dalam tarekat ini, yaitu : tentang kesempurnaan suluk, adab (etika), dzikir, dan murakabah.

Minggu, 02 Juni 2013

lihat dan download

assalaamu'alaikum ,
tanpa panjang lebar ( kalau kepanjangan kasian ibu - ibu , kalau kelebaran kasian bapak - pakak ) woookeey langsung aja agan lihat salah satu fidio qiro'ah imam nafi' riwayat imam warasy , surah al - qiyamah


http://www.ziddu.com/download/22301822/extremely_beautiful_quran_recitation_hi_15566.3gp.html
" target="_blank">>DOWNLOAD

Sabtu, 01 Juni 2013

Ahlul Baitin Nabi

Sepanjang hidup, Nabi Muhammad SAW diketahui memiliki beberapa istri. Istri pertamanya bernama Siti Khadijah binti Khuwailid, saudagar kaya berusia 40 tahun yang dinikahi sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan rasul. Ketika itu usia beliau 25 tahun. Beliau tidak menikah lagi dengan perempuan manapun sewaktu Khadijah masih hidup. Beberapa lama setelah Khadijah wafat, beliau baru menikahi Saudah binti Zam’ah. Saat itu usia beliau sekitar 50 tahun. Beliau kemudian menikahi Siti Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq, gadis berusia 9 tahun. Selanjutnya Nabi Muhammad SAW menikahi Hafsah binti Umar bin Khattab, Ummu Habibab binti Abi Sufyan, Hindun binti Abi Umaiyah, dan Zainab binti Jahsyin. Zainab binti Jahsyin adalah istri pertama beliau yang meninggal dunia setelah beliau wafat. Beliau juga menikahi Juwairiyah binti Haris dan Shafiyyah binti Hayy. Adapun perempuan yang terakhir dinikahi beliau bernama Maimunah binti Haris. Kesemua istri beliau lazim dijuluki ummul mukminin, yakni ibu-ibu orang yang beriman. 
Dari pernikahannya dengan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW dikaruniai enam putra dan putri, yakni Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Umi Kalsum, dan Fatimah. Anak pertama beliau bernama Qasim, yang dilahirkan sebelum Muhammad SAW menjadi nabi. Atas dasar nama anak pertamanya itu, Nabi Muhammad SAW kemudian digelari Abu Qasim atau Bapaknya Qasim. Namun, tidak banyak cerita tentang kehidupan Qasim, sebab ia meninggal dunia pada usia 2 tahun. Selain itu, putra beliau yang wafat ketika masih kecil adalah Abdullah. Abdullah dilahirkan dan meninggal dunia di Mekkah. Abdullah juga diberi nama Thayyib dan Thahir lantaran lahir setelah beliau jadi nabi. Siti Khadijah melahirkan Zainab, anak ketiganya, ketika usia Nabi Muhammad SAW 30 tahun. Ruqayyah lahir sewaktu Nabi Muhammad SAW berumur 33 tahun, kemudian lahirlah Umi Kalsum. Adapun Fatimah dilahirkan di Mekkah pada 20 Jumadil Akhir, tahun kelima dari kerasulan Ayahnya. 

Dari seluruh ummul mukminin, hanya Siti Khadjiah yang memberikan keturunan. Uniknya, putra dan putri beliau meninggal dunia sebelum beliau wafat, kecuali Fatimah. Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah sangat sayang terhadap anak-anaknya. Zainab Mendapat Kado Spesial Zainab, putri pertama Nabi Muhammad SAW, dipinang saat usianya menginjak remaja. Zainab menikah dengan Abil ‘Ash bin Rabi’. Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah datang untuk memberikan doa. Siti Khadijah juga melepaskan kalung batu onyx Zafar yang dipakainya, kemudian menggantungkannya ke leher Zainab sebagai kado pengantin paling spesial. Tak sembarang orang bisa memiliki benda yang sangat berkilau dan berharga pada zamannya itu, kecuali orang yang kaya raya. Usai menikah, Zainab diboyong ke rumah keluarga Abil ‘Ash. Zainab meyakini ketika suatu hari mendengar berita bahwa Ayahnya telah menerima wahyu dari Allah SWT untuk hijrah dari Mekkah ke Madinah. Padahal, sang suami tidak mempercayainya. Suami Zainab termasuk dalam barisan orang-orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW. Zainab kemudian memutuskan masuk Islam dan menceraikan Abil ‘Ash. Zainab hijrah bersama Ayah dan kaum muslimin. Kepergian Zainab tidak membuat Abil ‘Ash sedih. Abil ‘Ash bersama kawan- kawannya tetap saja memusuhi dan memerangi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya. Satu waktu Abil ‘Ash tertangkap oleh pasukan kaum muslimin. Mendengar kabar itu, Zainab segera meminta bantuan kepada Ayahnya untuk melepaskan Abil ‘Ash. Nabi Muhammad SAW menemui pimpinan kaum muslimin. Tidak berapa lama Abil ‘Ash dilepaskan dan dipertemukan dengan Zainab. Abil ‘Ash ingin tinggal satu atap lagi dengan Zainab. Tetapi Zainab tidak mau sebelum Abil ‘Ash memeluk Islam. Akhirnya Abil ‘Ash masuk Islam dan Nabi Muhammad SAW mengembalikan Zainab kepadanya setelah melalui akad nikah baru. 

Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah di samping suaminya. Ummu Aiman, Ummu Athiyah, Ummu Salamah, dan Saudah binti Zam’ah termasuk orang-orang yang akan memandikan jenazahnya. Kepada mereka, Nabi Muhammad SAW berpesan, “Basuhlah dia (Zainab) dalam jumlah yang ganjil, 3 atau 5 kali atau lebih jika kalian merasa lebih baik begitu. Mulailah dari sisi kanan dan anggota- anggota wudhu. Mandikan dia dengan air dan bunga. Bubuhi sedikit kapur barus pada air siraman yang terakhir. Jika kalian sudah selesai, beritahukanlah kepadaku.” Setelah dimandikan, Rasulullah SAW memberikan selimutnya untuk mengkafani jenazah Zainab. Anugerah Untuk Utsman bin Affan Ruqayyah lahir sesudah kakaknya, Zainab. Ia dipinang oleh ‘Utbah bin Abu Lahab. Abu Lahab terkenal sebagai tokoh yang sangat membenci Nabi Muhammad SAW. Tak lama setelah pernikahan itu, Rasulullah SAW menerima wahyu. Melihat sikap Abu Lahab yang terus memusuhi Islam, pernikahan mereka disudahi. Ruqayyah kemudian menikah lagi dengan Utsman bin Affan. Selang beberapa waktu setelah menikah, keduanya bersama rombongan hijrah ke Habasyah (Ethiopia) demi menghindari fitnah dan menyelamatkan agamanya. Utsman bin Affan beserta rombongan kembali lagi ke Mekkah. Kedatangan Ruqayyah disambut kesedihan, sebab Ibunya telah wafat. Berikutnya Ruqayyah dan suaminya bersama kaum muslimin pindah dari Mekkah ke Madinah. Selama hijrah, Ruqayyah tidak menemukan kesulitan- kesulitan. Ia selalu setia mendampingi dan mendukung perjuangan suaminya. Setelah tinggal di Madinah, Ruqayyah terserang penyakit demam hingga akhirnya meninggal dunia. Nabi Muhammad SAW tidak mengetahui menjelang meninggalnya, sebab beliau sedang terlibat dalam Perang Badar. Sepeninggal Ruqayyah, Utsman bin Affan dinikahkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan Umi Kalsum, adik Ruqayyah, pada tahun 3 Hijriyyah. Padahal, saat itu Utsman bin Affan tengah mengalami masa berkabung yang panjang. Kepergian istri yang amat dicintainya menyisakan duka dan kesedihan. Sebelumnya, Umi Kalsum pernah menikah dengan ‘Utaibah bin Abu Lahab. Namun, karena ‘Utaibah menolak masuk Islam dan lebih senang memilih memerangi Islam, keduanya pun bercerai. Utsman bin Affan bisa tersenyum kembali berkat kehadiran Umi Kalsum. Bagi Utsman, hidup bersama Umi Kalsum sama membahagiakannya ketika ia menjadi suami Ruqayyah. Sayangnya usia perkawinan keduanya tidak langgeng. Enam tahun kemudian, Umi Kulsum pulang kerahmatullah. Kepergian Umi Kulsum kembali menorehkan kesedihan di hati Utsman. Bahkan, kesedihannya dirasakan Nabi Muhammad SAW yang duduk di atas kuburnya sambil menangis berlinang air mata. Utsman bin Affan digelari zun nurain, artinya yang mempunyai dua cahaya. Sebab, ia telah menikahi dua putri Nabi Muhammad SAW. Fatimah Penerus Keturunan Nabi Muhammad SAW Fatimah adalah putri bungsu kesayangan Nabi Muhammad SAW. Diberi nama Fatimah karena Allah SWT sudah menjamin menjauhkannya dari api neraka pada hari kiamat nanti. Ia besar dalam suasana keprihatinan dan kesusahan. Ibundanya wafat ketika usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang seorang Ibu. Sejak itu, ia yang dikenal pintar dan cerdas mengambil alih tugas mengurus rumah tangga seperti memasak, mencuci dan mempersiapkan keperluan Ayahanya. Dibalik kesibukan sehari-hari, ternyata ia wanita yang ahli ibadah. Siang hari ia selalu berpuasa dan membaca Al-Quran, sementara malamnya tak ketinggalan shalat tahajjud dan berzikir. Pada usia 18 tahun, Fatimah dinikahkan dengan pemuda yang sangat miskin hidupnya. Untuk membayar maskawin atau mahar saja, pemuda bernama Ali bin Abi Thalib itu tidak mampu, sehingga harus dibantu oleh Nabi Muhammad SAW. Prosesi pernikahannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana. Usai menikah, Fatimah sering ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang hingga berbulan-bulan. Namun Fatimah tetap ridho. Ia tipe wanita salehah dan mandiri yang selalu bekerja, mengambil air, memasak serta merawat anak-anaknya, tanpa mau berkeluh kesah karena kemiskinannya. Ia pandai menjaga harga diri dan wibawa suami dan keluarganya. Selain itu, ia menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT. Sebagai bukti sayangnya terhadap Fatimah, Nabi Muhammad SAW menyatakan, “Fatimah adalah bagian dariku. Siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku. Siapa yang membuatnya gembira, maka ia telah membahagiakanku.” Fatimah dikenal paling dekat dan paling lama hidupnya bersama Nabi Muhammad SAW. Ia juga meriwayatkan banyak hadis dari Ayahnya. Fatimah meninggal dunia 6 bulan setelah Nabi Muhammad SAW wafat, tepatnya hari Selasa bulan Ramadhan tahun 11 Hijriyah dalam usia 28 tahun. Fatimah dimakamkan di pekuburan Baqi’, Madinah. Dari pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah dikaruniai 6 anak, yaitu Hasan, Husein, Muhsin, Zaenab, Umi Kalsum, dan Ruqayyah. Namun, Muhsin meninggal dunia pada waktu masih kecil. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW tidak mempunyai keturunan kecuali dari Fatimah. Keturunan beliau hanya menyebar dari garis kedua cucunya, yakni Hasan dan Husein, yang kemudian disebut ahlul bait (pewaris kepemimpinan) Nabi Muhammad SAW.***

hadis part V

7) Hadits Syadz

Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan yang diberikan para ulama, hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya mengandung keganjilan dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad, pada matan, ataupun keduanya.

III.3 Kehujahan Hadits dhaif

Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat:


  1. Level Kedhaifannya Tidak Parah

Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.

Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadahilul a’mal (keutamaan amal).


  1. Berada di bawah Nash Lain yang Shahih

Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.


  1. Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya

Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.


  • Sikap Ulama Terhadap Hadits Dhaif :

Sebenarnya kalau kita mau jujur dan objektif, sikap ulama terhadap hadits dhaif itu sangat beragam. Setidaknya kami mencatat ada tiga kelompok besar dengan pandangan dan hujjah mereka masing-masing. Dan menariknya, mereka itu bukan orang sembarangan. Semuanya adalah orang-orang besar dalam bidang ilmu hadits serta para spesialis.

Maka posisi kita bukan untuk menyalahkan atau menghina salah satu kelompok itu. Sebab dibandingkan dengan mereka, kita ini bukan apa-apanya dalam konstalasi para ulama hadits.

1) Kalangan Yang Menolak Mentah-mentah Hadits Dhaif

Namun harus kita akui bahwa di sebagian kalangan, ada juga pihak-pihak yang ngotot tetap tidak mau terima kalau hadits dhaif itu masih bisa ditolelir.

Bagi mereka hadits dhaif itu sama sekali tidak akan dipakai untuk apa pun juga. Baik masalah keutamaan (fadhilah), kisah-kisah, nasehat atau peringatan. Apalagi kalau sampai masalah hukum dan aqidah. Pendeknya, tidak ada tempat buat hadits dhaif di hati mereka.

Di antara mereka terdapat nama Al-Imam Al-Bukhari, Al-Imam Muslim, Abu Bakar Al-Arabi, Yahya bin Mu’in, Ibnu Hazm dan lainnya. Di zaman sekarang ini, ada tokoh seperti Al-Albani dan para pengikutnya.

2) Kalangan Yang Menerima Semua Hadits Dhaif

Jangan salah, ternyata ada juga kalangan ulama yang tetap menerima semua hadits dhaif. Mereka adalah kalangan yang boleh dibilang mau menerima secara bulat setiap hadits dhaif, asal bukan hadits palsu (maudhu’). Bagi mereka, sedhai’f-dha’if-nya suatu hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal manusia dan logika.

Di antara para ulama yang sering disebut-sebut termasuk dalam kelompok ini antara lain Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hanbali. Mazhab ini banyak dianut saat ini antara lain di Saudi Arabia. Selain itu juga ada nama Al-Imam Abu Daud, Ibnul Mahdi, Ibnul Mubarok dan yang lainnya.

Al-Imam As-Suyuthi mengatakan bawa mereka berkata, ‘Bila kami meriwayatkan hadits masalah halal dan haram, kami ketatkan. Tapi bila meriwayatkan masalah fadhilah dan sejenisnya, kami longgarkan.”

3) Kalangan Menengah

Mereka adalah kalangan yang masih mau menerima sebagian dari hadits yang terbilang dhaif dengan syarat-syarat tertentu. Mereka adalah kebanyakan ulama, para imam mazhab yang empat serta para ulama salaf dan khalaf.

Syarat-syarat yang mereka ajukan untuk menerima hadits dhaif antara lain, sebagaimana diwakili oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dan juga Al-Imam An-Nawawi rahimahumalah, adalah:

• Hadits dhaif itu tidak terlalu parah kedhaifanya. Sedangkan hadits dha’if yang perawinya sampai ke tingkat pendusta, atau tertuduh sebagai pendusta, atau parah kerancuan hafalannya tetap tidak bisa diterima.

• Hadits itu punya asal yang menaungi di bawahnya

• Hadits itu hanya seputar masalah nasehat, kisah-kisah, atau anjuran amal tambahan. Bukan dalam masalah aqidah dan sifat Allah, juga bukan masalah hukum.

• Ketika mengamalkannya jangan disertai keyakinan atas tsubut-nya hadits itu, melainkan hanya sekedar berhati-hati.

Semua keterangan di atas, jelas bukan pendapat kami. Semua itu adalah pendapat para ulama pakar ilmu hadits. Kami ini bukan berada dalam posisi untuk mengkritisi salah satunya. Sebab beda maqam dan beda posisi.



hadis part IV

III. HADIST DHAIF

III.1 Definisi Hadist Dhaif

Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang lemah. Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan kuat mereka hadits tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama memberikan batasan bagi hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memuat / menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.

III.2 Macam-macam hadits dhaif

Hadist dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : hadits dhaif karena gugurnya rawi dalam sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya cacat pada rawi atau matan.

a. Hadits dhaif karena gugurnya rawi

Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadits dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain yaitu :

1) Hadits Mursal

Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Para ulama memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad. Yang dimaksud dengan rawi di akhir sanad ialah rawi pada tingkatan sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. (penentuan awal dan akhir sanad adalah dengan melihat dari rawi yang terdekat dengan imam yang membukukan hadits, seperti Bukhari, sampai kepada rawi yang terdekat dengan Rasulullah). Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.

Kebanyakan Ulama memandang hadits mursal ini sebagai hadits dhaif, karena itu tidak bisa diterima sebagai hujjah atau landasan dalam beramal. Namun, sebagian kecil ulama termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hanbal, dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah asalkan para rawi bersifat adil.

2) Hadits Munqathi’

Hadits munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus. Para ulama memberi batasan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur satu atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’ bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in. Bila dua rawi yang gugur, maka kedua rawi tersebut tidak beriringan, dan salah satu dari dua rawi yang gugur itu adalah tabi’in.

3) Hadits Mu’dhal

Menurut bahasa, hadits mu’dhal adalah hadits yang sulit dipahami. Batasan yang diberikan para ulama bahwa hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.

4) Hadits mu’allaq

Menurut bahasa, hadits mu’allaq berarti hadits yang tergantung. Batasan para ulama tentang hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal sanad atau bisa juga bila semua rawinya digugurkan ( tidak disebutkan ).
Contoh masalah dalam hal ini adalah : Berdasarkan riwayat Bukhari, ia sebenarnya tidak pernah bertemu dengan Malik. Dengan demikian, Bukhari telah menggugurkan satu rawi di awal sanad tersebut. Pada umumnya, yang termasuk dalam kategori hadits mu’allaq tingkatannya adalah dhaif, kecuali 1341 buah hadits muallaq yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. 1341 hadits tersebut tetap dipandang shahih, karena Bukhari bukanlah seorang mudallis ( yang menyembunyikan cacat hadits ). Dan sebagian besar dari hadits mu’allaqnya itu disebutkan seluruh rawinya secara lengkap pada tempat lain dalam kiab itu juga.

b. Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi

Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan. Seperti pendusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang masing-masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi. Sering keliru, banyak waham, hafalan yang buruk, atau lalai dalam mengusahakan hafalannya, dan menyalahi rawi-rawi yang dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada perawi. Adapun cacat pada matan, misalkan terdapat sisipan di tengah-tengah lafadz hadits atau diputarbalikkan sehingga memberi pengertian yang berbeda dari maksud lafadz yang sebenarnya.

1) Hadits Maudhu’

Menurut bahasa, hadits ini memiliki pengertian hadits palsu atau dibuat-buat. Para ulama memberikan batasan bahwa hadis maudhu’ ialah hadits yang bukan berasal dari Rasulullah SAW. Akan tetapi disandarkan kepada dirinya. Golongan-golongan pembuat hadits palsu yakni musuh-musuh Islam dan tersebar pada abad-abad permulaan sejarah umat Islam, yakni kaum yahudi dan nashrani, orang-orang munafik, zindiq, atau sangat fanatic terhadap golongan politiknya, mazhabnya, atau kebangsaannya .

Hadits maudhu’ merupakan seburuk-buruk hadits dhaif. Peringatan Rasulullah SAW terhadap orang yang berdusta dengan hadits dhaif serta menjadikan Rasul SAW sebagai sandarannya.

“Barangsiapa yang sengaja berdusta terhadap diriku, maka hendaklah ia menduduki tempat duduknya dalam neraka”.

Berikut dipaparkan beberapa contoh hadits maudhu’:

a) Hadits yang dikarang oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam; ia katakana bahwa hadits itu diterima dari ayahnya, dari kakeknya, dan selanjutnya dari Rasulullah SAW. berbunyi : “Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf mengelilingi ka’bah, tujuh kali dan shalat di maqam Ibrahim dua rakaat” Makna hadits tersebut tidak masuk akal.

b) adapun hadits lainnya : “anak zina itu tidak masuk surga tujuh turunan”. Hadits tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an. ” Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosa yang lain”. ( Al-An’am : 164 )

c) “Siapa yang memperoleh anak dan dinamakannya Muhammad, maka ia dan anaknya itu masuk surga”. “orang yang dapat dipercaya itu hanya tiga, yaitu: aku ( Muhammad ), Jibril, dan Muawiyah”.

Demikianlah sedikit uraian mengenai hadits maudhu’. Masih banyak hadits-hadits lainnya yang sengaja dibuat oleh pihak kufar. Sedikit sejarah, berdasarkan pengakuan dari mereka yang memalsukan, seperti Maisarah bin Abdi Rabbin Al-Farisi, misalnya, ia mengaku telah membuat beberapa hadits tentang keutamaan Al-Qur’an dan 70 buah hadits tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib. Abdul Karim, seorang zindiq, sebelum dihukum pancung ia telah memalsukan hadits dan mengatakan : “aku telah membuat 3000 hadits; aku halalkan barang yang haram dan aku haramkan barang yang halal”.

2) Hadits matruk atau hadits mathruh

Hadits ini, menurut bahasa berarti hadits yang ditinggalkan / dibuang. Para ulama memberikan batasan bahwa hadits matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta ( baik berkenaan dengan hadits ataupun mengenai urusan lain ), atau pernah melakukan maksiat, lalai, atau banyak wahamnya.

3) Hadits Munkar

Hadist munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau tidak dikenal. Batasan yang diberikan para ‘ulama bahwa hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat, contoh :


4) Hadits Mu’allal

Menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat . Para ulama memberi batasan bahwa hadits ini adalah hadits yang mengandung sebab-sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu bisa terdapat pada sanad, matan, ataupun keduanya. 

5) Hadits mudraj

Hadist ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya bukan bagian dari hadits itu. Contoh :

Rasulullah bersabda : “Saya adalah za’im ( dan za’im itu adah penanggung jawab ) bagi orang yang beriman kepadaku, dan berhijrah; dengan tempat tinggal di taman surga”.

Kalimat akhir dari hadits tersebut adalah sisipan ( dengan tempat tinggal di taman surga ), karena tidak termasuk sabda Rasulullah SAW.

6) Hadits Maqlub

Menurut bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para ulama menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.

hadis part III

I. HADIS HASAN
II.1 Pengertian Hadis Hasan

Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat bahwa ia meupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadis dha’if, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:


  1. definisi al- Chatabi: adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan telah mashur rawi-rawi sanadnya, dan kepadanya tempat berputar kebanyakan hadis, dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang dipakai oleh umumnya fukoha

  2. definisi Tirmidzi: yaitu semua hadis yang diriwayatkan, dimana dalam sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta, serta tidak ada syadz (kejangalan), dan diriwatkan dari selain jalan sepereti demikian, maka dia menurut kami adalah hadis hasan.

  3. definisi Ibnu Hajar: beliau berkata, adalah hadis ahad yang diriwayatkan oleh yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersanbung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadis shahih li-dzatihi, lalu jika ringan ke-dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan li dszatihi.

Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu hadis shahih lebih sempurna ke-dhabit-annya dibandingkan dengan hadis hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an perawi hadis dha’if tentu belum seimbang, ke-dhabit-an perawi hadis hasan lebih unggul.

II.2 Macam-Macam Hadis Hasan

Sebagaimana hadis shahih yang terbagi menjadi dua macam, hadis hasasn pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan li-dzatih dan hasan li-ghairih;

a. Hasan Li-Dzatih

Hadis hasan li-dzatih adalah hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis hasan yang telah ditentukan. pengertian hadis hasan li-dzatih sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

b. Hasan Li-Ghairih

Hadis hasan yang tidak memenuhi persyaratan secara sempurna. dengan kata lain, hadis tersebut pada dasarnya adalah hadis dha’if, akan tetapi karena adanya sanad atau matan lain yang menguatkannya (syahid atau muttabi’), maka kedudukan hadis dha’if tersebut naik derajatnya menjadi hadis hasan li-ghairih.



II.3 Kehujahan Hadis Hasan

Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Paraulama hadis, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadis hasan.